Yogor Telenggen: Kisah Seorang Mantan Tentara Anak

Membebaskan tanah air adalah cita-cita Yogor Telenggen sepanjang hidupnya. Ia lahir di Desa Pilia pada 1988, tepat di pusat peperangan pembebasan nasional di Wilayah Pegunungan Tengah West Papua. Karena tidak ada sekolah, Yogor menghabiskan masa kanak-kanaknya dengan bekerja di kebun keluarga, dan mengikuti jejak langkah keluarganya sebagai anggota Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB).

Sejak berumur sepuluh tahun, ia telah berlatih menggunakan senjata kayu; dua tahun kemudian, ia menyaksikan seluruh desanya dibakar hingga luluh lantak dan hewan-hewan ternaknya disembelih pasukan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Anggota keluarganya banyak yang tewas saat desanya diserbu juga saat mereka mengungsi ke hutan. Kala itu, dengan tangannya sendiri, Yogor remaja menarik jenazah pamannya dari kakus. Setelah kembali dari hutan, ia turut membantu membangun desanya kembali.

Yogor Telenggen tak pernah tertarik untuk pergi ke sekolah. Selain karena tak ada sekolah di desanya, ia merasa membebaskan rakyat dari kebrutalan pemerintah kolonial Indonesia merupakah hal yang lebih mendesak. Setelah belajar membaca dan menulis sedikit, ia tak lagi sepenuhnya buta huruf. Sekolah baru ada di desanya beberapa tahun yang lalu.
Yogor Telenggen pertama kali dinyatakan bersalah pada tahun 2014, atas penyerangan sebuah kantor polisi yang menewaskan tiga orang polisi, dan ia dihukum penjara seumur hidup. Ia melarikan diri dari penjara pada 2016 dan langsung bergabung kembali dengan TPNPB. Ia kembali ditangkap pada 2018. Jaksa menuntut agar ia dijatuhi hukuman mati pada 2019, atas kejahatannya di masa lalu dan karena membunuh seorang prajurit TNI pada 2018, tapi hakim kembali memvonisnya hukuman penjara seumur hidup. Pada tiap-tiap penangkapan dan persidangannya, terjadi pelanggaran hukum acara pidana.

Pada 2018, Yogor dipindahkan ke rumah tahanan di luar West Papua dan kini tengah menjalani masa tahanannya di Makassar. Terpisah dari keluarga, kawan, masyarakat, dan asal-usulnya, setiap hari ia rindu untuk kembali ke tanah air.